cHeYa
this site the web

Hsmn 8: mendesain anak untuk kehidupan islami

🌹🌻RESUME DISKUSI GROUP HSMN 8🌻🌹

⏰Sabtu, 30 mei 2015 jam 20.00-22.00
👳Ust. Nopriadi
📗Tema : Mendesain Anak untuk Kehidupan Islami
🎤Moderator : Zulaihah
📝Notulen : Rani KW

🌻 PROFIL NARASUMBER
Nama lengkap: Nopriadi
Profesi: Dosen (Teknik Fisika UGM), penulis buku The MODEL, buku pengembangan diri spiritual ideologis
FB: www.facebook.com/buku.themodel
Jumlah anak: 3

🌻PROLOG🌹
Bunda yang budiman,

Sebagai sajian pembuka izinkanlah saya berbahasa dengan bahasa rasa. Tuk menggedor pikiran kita sekeras mungkin demi buah hati tercinta.  Agar mereka mampu berdiri menjadi penyelamat kehidupan. Saling bahu membahu mengembalikan kehidupan Islam.
Masih ingatkah Bunda saat romansa indah bertahun yang lalu? Saat tubuh dan jiwa Bunda terasa terguncang, perih, teragitasi dan tiba-tiba buyar seketika saat hadiah terindah itu tiba. Tubuh mungil dan hangat itu berada di dada Bunda, menatap pendek, hening dan menyampaikan kehadirannya dengan gerak yang begitu pelan. Dialah makhluq paling mempesona sebagai hadiah istimewa dari Sang Pencipta.

Bunda yang berbahagia,

Saya tidak sepenuhnya setuju dengan puisi Khalil Ghibran yang berjudul "Anak-anakmu".

Dia mengatakan, “Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu”.

Tidak! mereka adalah anak-anak kita yang diberikan oleh-Nya dengan haq. Bayi mungil itu kemudian membesar dan sebelum baligh mereka adalah anak-anak kita yang dihibahkan oleh-Nya. Tidak sekedar untuk dimiliki, tapi sebagai amanah besar yang ditaruh di atas pundak kita. Terasa begitu berat. Terlebih di zaman yang rusak hari ini.

Ingatlah tubuh-tubuh mungil yang terlihat lemah itu.  Suatu masa mereka menjelma menjadi sosok-sosok hebat penyelamat kehidupan.

Dari tubuh yang kecil itu pernah menjadi seorang Umar Bin Khattab, Sang Pemimpin sejati. Pernah menjadi Muhammad Al-Fatih, Sang Pembebas. Pernah menjadi Khalid bin Walid, Panglima Perang tiada dua. Pernah menjadi Imam Malik, Imam Hambali, Imam Hanafi, Imam Syafii dan banyak lagi ulama-ulama super cerdas. Pernah juga menjadi Ibnu Khaldun, Khawarizmi, Al-Kindi, Al Jabar, dan banyak lagi ilmuan-ilmuan yang super cerdas.

Tubuh mungil itu bisa menjelma menjadi siapa saja…

Ini sebuah keajaiban bukan?

Bunda yang shalehah,

Kalau boleh jujur akan dijadikan apa anak-anak Bunda di masa depan nanti?

Bukankah ada pepatah berharga di dunia pengembangan diri yg perlu kita ingat dan renungkan,

“Everything is created twice, first in the mind and then in reality”.

Segala sesuatu dibuat dua kali. Pertama dalam pikiran (perencanaan) dan kedua dalam kenyataan (realisasi).

Cobalah lihat segala hal di sekitar kita!
Sebelum rumah dibangun, dimulai dari tahap desain. Sebelum jembatan indah terwujud, juga dimulai dari desain. Sebelum pesawat terbang mengudara, maka dia berawal dari desain. Sebelum reakor nuklir dibangun, juga dimulai dari tahap desain.

Segala hal dikreasi dua kali bukan?

Bunda,

Saya ingin melengkapi kata-kata inspiratif tentang pentingnya dua tahap kreasi di atas.

Semakin penting segala sesuatu, maka kita semakin serius dalam kreasi pertama. Semakin berharga segala sesuatu maka kita sangat serius dalam tahap desain.

Setujukah Bunda dengan kalimat ini?

Bila setuju sekarang mari bertanya dalam diri kira.

Apakah kita telah memiliki desain diri untuk anak-anak kita????

Apakah kita telah menyiapkan desain diri utk mereka?

Apakah mereka penting dan berharga?

Seriuskah desain yang telah kita buat?

Atau selama ini kita ternyata ‘sekedar’ berbuat baik sehari-hari pada mereka sambil berharap mereka baik-baik saja. Berharap mereka menjadi pribadi yang baik.  Pribadi baik seperti apa? Pribadi baik untuk siapa?

Jadi, sudah jelaskah desain diri untuk mereka???

Bunda,

Bila kita tidak memiliki desain diri yang jelas untuk anak-anak kita, bukankah itu berarti kita memperlakukan mereka sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak berharga?
Bukankah kita memperlakukan pribadi dan kehidupan mereka sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak berharga?

Kita bisa saja mengatakan keberadaan mereka itu penting dan berharga.  Tetapi dengan absennya desain diri untuk mereka berarti sejatinya kita perlakukan pribadi dan kehidupan mereka sebagai sesuatu yang tidak istimewa.

Bunda yang berhati mulia,

Sebelum baligh mereka sepenuhnya miliki kita. Mereka kita jaga dengan amanah. Namun setelah mereka menjadi mukallaf, saat mereka terkena beban hukum, maka mereka milik siapa???

Apakah diri mereka menjadi milik mereka sendiri dengan alasan mereka sudah bertanggung jawab untuk terhadap dirinya?

Tidak Ayah Bunda. Jangan ajarkan mereka egois.  Jangan ajarkan mereka untuk menjadi pribadi yang sekedar mampu meraih impiannya. Mampu mengejar cita-cita tinggi yang diidam-idamkan untuk kehidupan pribadinya. Bahkan, jangan biarkan mereka sekedar menjadi pribadi yang baik.

Ingatlah, “A bad system can destroy good people.” Demikian kata Gary Mottershead.

Orang baik bisa dihancurkan sistem kehidupan yang rusak. Orang baik bisa digilas oleh zaman.

Bunda,
Mungkin ada yang bertanya bagaimana desain diri mereka seharusnya?
Desain diri seperti apakah seharusnya kita berikan untuk pribadi unik mereka?

Saat mereka baligh, jadikanlah pribadi-pribadi anak kita sebagai milik kehidupan. Jadikan mereka penyelamat kehidupan dengan perjuangan Islam.

Ingatlah kembali cerita lama saat satu persatu pribadi-pribadi agung telah bergabung dalam perjuangan Islam. Sebuah agenda agung menyelamatkan dunia dengan kalamullah.

Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam bergabung dalam barisan membangun kehidupan Islam di usia 8 tahun.
Thalhah bin Ubaidillah  bergabung di usia 11 tahun.
Al Arqam bin Abi Al Arqam bergabung di usia 12 tahun. 
Abdulah bin Mas’ud bergabung di usia 14 tahun.
Sa’ad bin Abi Waqqash di usia 17 tahun. 
Ja’far bin Abi Thalib di usia 18 tahun.
Zaid bin Haritsah di usia 20 tahun.
Ustman bin Affan di usia 20.
Mush’ab bin Umair di usia 24 tahun.
Umar bin Khattab di usia 26 tahun.

Bunda yang berhati mulia,

Buatlah desain diri untuk anak-anak kita karena sayang kita. Seriuslah membuat desain diri untuk mereka karena amanah dari Allah swt.

Milikilah desain diri agar anak-anak kita tidak hanya  menjadi pribadi baik, tapi menjadi manusia hebat.

“A bad system can destroy good people, but it can't destroy the great ones”

Sistem yang buruk dapat merusak orang-orang baik, tapi dia tidak bisa merusak orang-orang hebat.

Desainlah agar mereka tidak hanya memiliki dirinya sendiri, tapi mereka menjadi milik kehidupan masa depan. Kehidupan Islam di masa depan yang dinanti umat manusia. Jadikan mereka sebagai orang-orang yang berkontribusi merangkai peradaban Islam masa depan. Menjadi pengemban dakwah demi kehidupan akhirat yang panjang… ✅

🌻TANYA JAWAB🌹

1⃣ Uni_Pekalongan:
Kapan waktu yg paling pas dalam menentukan desain diri pada anak.dan cara membuatnya,bagaimana.misal...apakah dengan mengenali bakat dan kemampuan kemudian kita kompromi dg anak2 dulu atau bagaimana?
mohon pencerahan dr ustadz, jazakallah✅

2⃣ Ummi Afita_Medan:
Assalamualaikum ustadz
Alhamdullilah bisa kuliah OL dgn ustadz..
Pertanyaanya apakah merancang desain anak sama dengan mmbuat visi misi keluarga?klu tdk sama dimulai dari mana kah klu kita mau mmbuat desain anak?
Jzk khoir ustadz😊✅

3⃣ Mega-Samarinda:
Ustadz saya masih belum paham tentang desain itu lebih ke hal apa? Kepribadian atau bagaimana? Mengingat ketika anak2 sudah dewasa tentunya mereka punya keinginan/cita2 sendiri. Dan sejauh ini pengalaman ustadz dalam mendesain ketiga anak ustadz bagaimana? Apakah sesuai rencana ✅

JAWAB:

Alhamdulillah saya mendapat pertanyaan-pertanyaan super dari bunda-bunda shalehah. Pertanyaan saya kira senada. Saya langsung jawab ketiga pertanyaan dg panjang lebar ya...

Perlu dipahami desain diri yang saya maksud adalah berbagai komponen yang harus ada pada pribadi anak-anak kita. Kapan memulai desain diri itu? Sejatinya desain dasarnya dimulai sebelum mereka terlahir. Mengapa? Karena desain diri itu juga harus kita miliki. Bukankah diri kita juga penting dan berharga?

Nah, desain dasar harus ada untuk kita, anak-anak dan keluarga kita. Desain dasar ini harus ada sekarang sampai akhir hayat nanti.

Setelah desain diri dasar terbentuk maka dapat kita lengkapi  dengan desain tambahan. Desain tambahan ini yang bisa disesuaikan dengan minat, passion dan 'bakat' atau kecenderungan anak-anak kita.

Perlu dicatat, dalam membuat desain diri untuk anak-anak kita maka kita harus mengacu pada diri Rasulullah saw dan para sahabat. Bukan mengacu pada ahli2 pengembangan diri. Kita bisa mengambil pendapat ahli dalam aspek yang dibolehkan secara syar'i.

Sekarang saya ingin berbagi langkah dalam membuat desain diri untuk mencetak anak-anak hebat hebat. 

Saya membuat desain utk anak2 saya mengacu pada buku yang saya tulis, yaitu The MODEL.

The MODEL ini adalah nama desain diri yang saya syiarkan. Bukan hanya utk anak saya saja tapi juga untu saya pribadi, keluarga & orang-orang yang saya bina.
Kalau ada yang bertanya apakah desain diri untuk anak itu telah berjalan? Alhamdulillah sampai hari ini semakin terwujud pada anak-anak.

Berikut ini adalah garis besar langkah dalam membuat desain diri. Mohon maaf tidak mungkin detil karena keterbatasan ruang.

1) kita harus mendefinisikan atau memahami dulu konteks zamam anak kita dibesarkan dan konteks masa depan mereka hidup nanti.
Saya menyimpulkan saat ini kita hidup di era kegagalan. Inilah konteksnya.
Cirinya: banyak orang gagal menata kehidupan pribadi atau tidak bahagia. Ciri kedua adalah manusia scr kolektif gagal menata peradaban dunia sehingga umat manusia mengalami krisis multidimensi.

Di setting konteks inilah kita membuat desain diri anak kita.

2) Kita harus tahu secara persis goal setting dari desain yg diuat.
Desain diri utk keluarga saya adalah mampu meraih sukses-bahagia dan kontributif dlm membangun peradaban. Ini adalah jawaban dari konteks zaman anak dibesarkan dan konteks masa depan mereka seperti pada poin 1.

3) menetapkan komponen apa saja yang harus ada pada anak-anak kita yang sesuai konteks dan mengacu pada goal setting yang dibuat.

Kalau dalam desain diri The MODEL,  komponen yang harus ada adalah: Prinsip, Visi, Karakter dan Tanggung Jawab.

4) Mewujudkan komponen-komponen di desain diri tersebut ke dalam pribadi anak2 saya, termasuk kami sekeluarga.

Cara untuk mewujudkannya adalah dengan berbagai teknik Tuning. Tuning adalah istilah yg saya perkenalkan, diadopsi dari istilah tuning dlm dunia kecerdasan robot.  Bidang saya saat S3 di Jepang.

Saya akan jelaskan singkat tentang komponen-komponen tersebut.

Pertama komponen prinsip. Anak kita harus menjalani hidup berpegang pada prinsip.
Prinsip yang saya maksud adalah Prinsip Islam dan Prinsip Ilmu Sunatullah.
Dua prinsip ini harus menjadi pegangan hidup mereka.

Kalo prinsip Islam saya pikir kita semua sudah tahu.
Secara garis besar Islam terdiri dari aqidah dan Syariah. Aqidah untuk menjadi pondasi keyakinan mereka serta membentuk jiwa yang kuat dan tahan banting. Sementara syariah adalah untuk menata prilaku mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Adapun prinsip kedua berupa ilmu sunatullah adalah ilmu yg terkait sebab akibat dan proses. Dalam bahasa pendidikan terdiri dari hardskill dan softskill. Ilmu sunatullah akan membuat hidup mereka menjadi lebih efektif.

Disamping prinsip, mereka juga harus memiliki visi dalam hidup. Dalam hidup mereka memiliki agenda yang ingin diraih.

Visi itu adalah visi akhirat dan visi dunia.

Inspirasi mereka dengan dua jenis visi ini.

Namun, harus diingat bahwa visi tanpa aksi adalah halusinasi.

Oleh sebab itu, aksi utk kedua visi ini adalah dengan mewujudkan karakter yang khas, berupa kepribadian Islam dan karakter efektif.

Setelah memiliki prinsip, visi dan karakter maka mereka harus menggenggam tanggung jawab.
Ajarkan mereka bertanggung jawab dalam menunaikan setiap peran di dalam hidup. Bila mereka mampu menjalani setiap peran dalam hidup (peran sebagai anak, profesional, orang tua, pasangan, dll) maka dia adalah orang baik.

Adapun peran kedua adalah peran yang membuat mereka hebat. Yaitu tanggung jawab dalam berkontribusi merubah peradaban. ✅

🌻PROFILE BUKU THE MODEL🌹

The MODEL adalah sebuah buku pengembangan diri Islami pertama (di dunia) yang bersifat spiritual-ideologis. Buku yang terdiri dari 23 bab ini mengupas secara komprehensif bagaimana merancang desain diri dan mewujudkannya pada kehidupan untuk meraih sukses pribadi dan peradaban. Sangat relevan dengan keadaan dunia kita hari ini, yaitu Era Kegagalan (The Failure Era). Sebuah zaman dimana banyak orang gagal menata kehidupan pribadi dan gagal secara kolektif menata peradaban sehingga mengalami krisis multi-dimensi.

The MODEL menggunakan sintesis tiga disiplin keilmuan, yaitu: paradigma mesin cerdas (machine learning), kajian pengembangan diri (self-help) dan konsep Islam. Beberapa keunikan The MODEL dibandingkan buku pengembangan diri yang ada adalah berakar pada falsafah hidup yang kuat (aqidah); menjadikan Islam dan sunatullah sebagai prinsip; menjanjikan visi akherat dan dunia sekaligus; menawarkan karakter yang holistik untuk meraih kedua visi tersebut; dan mengemban dua tanggung jawab yang harus ditunaikan. Yang paling unik adalah sifat spiritual-ideologis pada The MODEL sehingga menjadikannya sebagai genre baru di dunia pengembangan diri. Sebuah inovasi pengembangan diri yang tidak hanya berorientasi pada kesuksesan pribadi tapi berporos pada kontribusi mewujudkan peradaban barokah. Jaminan keberhasilan konsep The MODEL adalah menjadikan Muhammad saw sebagai role model

Buku ini dipersembahkan untuk siapa saja yang ingin mensketsa ulang pribadi dan kehidupannya. Sangat cocok untuk kalangan terdidik dari mahasiswa, profesional, pengusaha, intelektual, guru, dosen, dan juga ibu rumah tangga yang serius mencetak generasi unggul. Bahkan, sangat direkomendasikan untuk para trainer, motivator, inspirator yang selama ini telah malang melintang di dunia teknologi transformasi diri.

-----------------------------------------------------

Baca Kata Pengantarnya di: http://tinyurl.com/KataPengantar

Simak Audionya di http://tinyurl.com/The-MODEL-On-Air

Kata Pengantar

Bermula dari Tokyo Institute of Technology

Hari itu saya duduk termenung di ruang riset. Di atas meja banyak tumpukan buku, kertas dan oretan hasil penelitian. Di partisi meja kerja terpampang data hasil eksperimen yang telah diperjuangkan selama ini. Sebuah perjuangan panjang yang dibalut cerita gembira, sedih, dan penuh harap kepada Allah swt. Namun, saya termenung bukan memikirkan kesulian riset selama ini. Ada pertanyaan besar yang belum terjawab dan masih mengganjal hati nurani. Apa kontribusi riset yang telah dilakukan untuk perubahan dunia yang lebih baik?

Sudah sekitar tiga tahun saya berkutat dengan dunia machine learning (mesin cerdas). Sebuah bidang yang mempelajari bagaimana membuat sebuah mesin, misalnya robot, melakukan proses belajar sehingga menjadi cerdas. Mempelajari cara berpikir benda mati sehingga mampu merespon lingkungan seperti makhluk hidup. Saya menggeluti bidang ini dalam rangka menyelesaikan program doktoral di Tokyo Institute of Technology, Jepang, di bawah bimbingan Profesor Yukihiko Yamashita. Di laboratorium sang professor inilah kami menemukan dan mengembangkan sebuah pendekatan baru. Kami menawarkan sebuah rumusan model matematis baru yang bisa ‘ditanam’ pada mesin. Hasil penelitian kami telah saya publikasikan di dua konferensi internasional di Izmir (Turki) dan Brisbane (Australia). Pertemuan ilmiah para ilmuan mesin cerdas, dari seluruh dunia, mendesiminasikan hasil riset mereka. 

Lantas apa kontribusi riset selama tiga tahun ini untuk kehidupan yang lebih luas? Apakah saya harus menghasilkan banyak tulisan ilmiah lagi, kemudian dipublikasikan pada jurnal-jurnal internasional? Atau mendalami bidang ini sedalam-dalamnya sehingga bisa mengajarkannya kepada mahasiswa sebaik-baiknya? Atau menjadikannya sebagai modal untuk mendapatkan prestise dan proyek demi pundi-pundi rupiah? Setelah dipikir-pikir semua ini bukanlah kontribusi signifikan yang berdampak luas, amal shaleh yang berlimpah, apalagi turut berkontribusi mewujudkan tata dunia yang lebih baik. Walaupun demikian saya tidak memungkiri bahwa aktivitas riset, menulis jurnal dan berbagi ilmu pada mahasiswa adalah pekerjaan mulia, menyenangkan dan berbuah amal shaleh. Namun, tetap saja ini bukan jawaban yang memuaskan pikiran dan perasaan.

AlhamduliLLah kegundahan saya terjawab di sela-sela kesibukan menyelesaikan disertasi doktoral. Saya adalah seorang pendidik (educator), baik di rumah, masyarakat, keluarga besar, tempat kerja, organisasi dan di berbagai lingkaran kehidupan saya. Profesi inilah yang saya kira memantik inspirasi untuk menggabungkan paradigma mesin cerdas ke dalam dunia pengembangan diri dan kajian keIslaman yang telah saya geluti bertahun-tahun. Saya melihat sebuah peluang mengkolaborasikan tiga bidang ini untuk kepentingan edukasi peningkatkan kualitas diri. Bila saya dapat membuat ‘robot’ menjadi lebih cerdas, mengapa tidak untuk manusia? 

Jauh sebelum cerita kegundahan ini saya telah memiliki konsep pengembangan diri yang bernama the whole moslem model. Saya telah ‘memasarkannya’ ke berbagai forum diskusi, kajian, tulisan, dan training. Pernah juga menjadi materi di sebuah radio swasta dengan segmen para profesional muda. Saya melihat paradigma mesin cerdas dapat melengkapi, mempertajam dan memudahkan internalisasi konsep ini. Usaha asimiliasi ini kemudian saya tuangkan ke dalam sebuah manuscript, yang kemudian menjelma menjadi sebuah buku dengan judul The MODEL. Buku yang Anda baca saat ini.

The MODEL adalah hasil sintesis paradigma cerdas, konsep pengembangan diri dan kajian keIslaman. Paradigma mesin cerdas membantu memahami bagaimana membentuk kecerdasan manusia berdasarkan filosofi belajar pada mesin (training & learning). Paradigma ini mempermudah kita mengetahui bagaimana kualitas berpikir, rasa, tindakan dan fisik manusia dibentuk melalui pengetahuan, pengalaman, kebiasaan, keluarga, lingkungan dan berbagai peristiwa yang terjadi di lingkaran kehidupan. Kajian pengembangan diri menawarkan teknik-teknik efektif merubah pribadi. Berbagai teknik ini memperkaya wawasan bagaimana paradigma mesin cerdas bekerja untuk manusia. Sementara kajian ke-Islaman menjadi semacambackbone dan sumber nilai untuk perubahan pribadi yang ditawarkan. Sebuah pribadi yang memahami hakekat kehidupan dan memiliki impian sukses dunia dan akherat; pribadi yang berkarakter dan berpegang teguh pada prinsip; pribadi yang mampu meraih kebahagiaan dan keberhasilan dalam hidup serta berkontribusi dalam perubahan masyarakat dan tata dunia yang lebih baik. 

The MODEL menawarkan konsep pribadi yang Anda butuhkan di era kegagalan saat ini. Ini adalah buku pertama tentang pengembangan diri yang bersifat spiritual-ideologis dan disajikan secara komprehensif. Karakter spiritual-ideologis membuat The MODEL berbeda dengan buku pengembangan diri umumnya. Tidak hanya berorientasi meraih kesuksesan pribadi, tapi lebih berporos pada kontribusi membentuk tata dunia yang lebih barokah berdasarkan Islam. Tidak sekedar berisi konsep teoritis, tapi memberikan panduan praktis bagaimana hidup di era kegagalan.

Dengan karakter spiritual-ideologis ini, maka The MODEL menjadi genre baru dalam dunia pengembangan diri. Sekaligus menjadi ajakan kepada para aktivis di dunia self-help, how to, bahkan psychology, agar berlomba menciptakan kreasi-kreasi baru teknik ‘rekayasa’ kepribadian manusia. Sebuah kreasi yang berorientasi pada tata dunia yang lebih baik, bukan melulu menjanjikan pribadi yang berpengaruh, rezeki berlimpah, kebebasan finansial, bisnis langgeng, prestasi puncak, penurunan berat badan dan berbagai kesuksesan duniawi lainnya. 

The MODEL bukan sekedar sebuah buku, tapi legacy hidup saya. The MODEL bukan sekedar perwujudan impian, tapi menjadi bagian dari hidup saya. Pikiran dan perasaan saya tersatukan dalam perjalanan pembuatannya. Banyak diskusi bersama sahabat yang mengalir mengiringi setiap bait gagasan di dalamnya. Pikiran dan pengalaman hidup mereka telah memperkaya isi buku ini. 

Inilah secuil latar belakang sejarah, isi, differensiasi dan nafas karya ini. Saya berharap mendapatkan kritik konstruktif untuk penyempurnaan konsepThe MODEL. Saya berharap mendapat limpahan pahala setelah Anda membaca dan mengamalkan isi buku ini. Menjadikannya sebagai panduan dalam berbenah diri dan berbagi inspirasi kepada orang yang Anda cintai. 

Terakhir saya berterimakasih kepada kedua orang tua yang telah membesarkan saya dengan pengorbanan dan pengalaman hidup yang berharga, serta selalu mendukung dengan do’a dan harapan. Kepada Tin Rahmawati, istri tercantik di dunia, yang tanpa lelah mendorong realisasi buku ini. Kepada ketiga anakku, Shafa, Althof dan Kautsar yang menjadi ‘eksperiment’ pertama dari konsep The MODEL. Juga kepada teman-teman di Jepang, Brisbane, Banjarmasin, Kendari dan Yogyakarta yang telah bersedia menikmati materi The MODEL sebelum dikemas menjadi buku. Terakhir, kepada para guru dan sahabat, tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah membantu terbitnya buku ini. 

Hanya kepada Allah swt saya berharap ridho-Nya. Dengan sifat Rahman dan Rahim-Nya semoga Allah swt berkenan menjadikan The MODEL sebagai ilmu bermanfaat dan menjadi investasi yang mengalirkan pahala di akhir hayat nanti hingga yaumil hisab. Aamiin.

Kanagawa-Yogyakarta, Oktober 2014

Nopriadi Hermani

🌻EPILOG🌹

Bunda hebat yg berbahagia,

Alhamdulillah kita telah dipertemukan oleh Allah swt dlm forum yg mulia ini. Senang rasanya bisa berbagi dengan bunda sekalian.

Marilah kita serius dlm merancang desain diri untuk anak2 kita. Supaya apa? Agar mereka menjadi pribadi sukses-bahagia dan berkontribusi dalam membangun peradaban berkah berupa kehidupan Islam. Anak kita dilahirkan dlm keadaan istimewa dan takaran kehebatannya tergantung tekad kita.

Marilah juga berikhtiar secara sungguh2 dalam memantaskan diri menjado orang tua dari generasi hebat dan istimewa di masa depan.

Jangan lupa berdo'a kpd Allah swt, Pencipta manusia dan kehidupan. Bila ada salah mohon dimaafkan.
Assalamu'alaikum wr wb ✅

🌸🌸🌸 SELESAI 🌸🌸🌸

Generasi Home Service

Fwd dr group parenting ceria

:: MEMBASMI GENERASI “HOME SERVICE” ::

Apa itu generasi “HOME SERVICE?” Generasi “HOME SERVICE” adalah generasi yang selalu minta dilayani. Ini terjadi pada anak-anak yang hidupnya selalu dilayani oleh orangtuanya atau orang yang membantunya. Mulai dari lahir mereka sudah diurus oleh pembantu, atau yang punya kekayaan berlebih diasuh oleh Babysitter yang setiap 24 jam siap di samping sang anak. Kemana-mana anak diikuti oleh babysitter. Bahkan sampai umur 9 tahun saja ada Babysitter yang masih mengurus keperluan si anak karena orangtuanya sibuk bekerja. Anak tidak dibiarkan mencari solusi sendiri. Contoh kecil saja, membuka bungus permen yang akan dimakan anak. Karena terbiasa ada babysitter atau ART, anak dengan mudahnya menyuruh mereka membukakan bungkusnya. Tidak mau bersusah payah berusaha lebih dulu atau mencari gunting misalnya. 

Contoh lain memakai kaus kaki dan sepatu. Karena tak sabar melihat anak mencoba memakai sepatunya sendiri maka orang dewasa yang di sekitarnya buru-buku memakaikan kepada anak. Saat anak sudah bisa makan sendiri, orangtua juga seringkali masih menyuapi karena berpikir jika tidak disuapi makannya akan lama dan malah tidak dimakan. Padahal jika anak dibiarkan tidak makan, maka anak tidak akan pernah merasa apa namanya lapar. Dan saat lapar datang seorang anak secara otomatis akan memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Bagaimana dia akan belajar makan sendiri jika dia tidak pernah merasakan apa itu namanya lapar? Bagaimana dia akan belajar membuat minuman sendiri jika dengan hanya memanggil ART atau babysitter atau orangtuanya saja minuman itu akan datang sendiri kepadanya. 

Saya mengutip perkataan seorang Psikolog dari Stanford University, Carol Dweck, beliau menulis temuan dari eksperimennya dalam buku The New Psychology of Success, , “Hadiah terpenting dan terindah dari orangtua pada anak-anaknya adalah tantangan”. Tapi beranikah semua orangtua memberikan hadiah itu pada anak? Faktanya saat ini banyak orangtua yang ingin segera menyelesaikan dan mengambil alih masalah anak, bukan memberikan tantangan. Saat anak bertengkar dengan temannya karena berebut mainan, orangtua malah memarahi teman anaknya itu dan membela sang anak. Ada pula yang langsung membawanya pulang dan bilang, ”udah nanti Ibu belikan mainan seperti itu yang lebih bagus dari yang punya temanmu..gak usah nangis”. 

Padahal Ibu tersebut bisa mengatakan, “Oh kamu ingin mainan seperti yang punya temanmu ya? Gak usah merebutnya sayang… kita nabung dulu ya nanti kalau uangnya sudah cukup kita akan sama-sama ke toko mainan membeli mainan yang seperti itu”. Kira-kira bagaimana jika Ibu mengatakan demikian? Ada tantangan yang diberikan pada anak bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang dia ianginkan maka dia harus berusaha untuk menabung dulu. Tidak lantas mengambil alih bahwa everything oke…ada Ibu dan ayah disini yang akan mengatasi segala masalahmu nak. 

Dalam keseharian Generasi “HOME SERVICE “ semua pekerjaan rumah tangga tak pernah melibatkan anak. Saat anak membuat kamarnya berantakan langsung memanggil asisten untuk segera merapihkan kembali. Anak menumpahkan air di lantai, di lap sendiri oleh Ibunya. Anak membuang sampah sembarangan, dibiarkan saja menunggu ART menyapu nanti. Dalam hal belajar saat anak sulit belajar, orangtua telpon guru les untuk privat di rumah. Dalam hal bersosialisasi saat anaknya nabrak orang sampai mati di jalan karena harusnya belum punya SIM malah sudah bawa kendaraan sendiri. Orangtuanya langsung menyuap polisi agar anaknya tidak diperkarakan dan dipenjarakan. Beres kan…hidup ini tidak susah nak…selama orangtuamu ada di sampingmu. Iya kalau orangtuanya kaya terus…iya kalau orangtuanya hidup terus…semua kan tak pernah bisa kita duga. Generasi inilah yang nantinya akan melahirkan orang dewasa yang tidak bertanggungjawab. Badannya dewasa tapi pikirannya selalu anak-anak, karena tak pernah bisa memutuskan sesuatu yang terbaik buat dirinya. Mau gimana lagi? Memang dididiknya begitu…Sekolah yang carikan orangtua. Jodoh yang carikan orangtua. Rumah yang belikan orangtua, Kendaraan yang belikan juga orangtua. Giliran punya cucu yang mengasuh dan jadi pembantu di rumahnya juga ya si orangtuanya. Kasian banget ya…sudah modalin banyak ternyata orangtua tipe begini hanya akan berakhir jadi kacung di rumah anaknya sendiri. Maaf kalau saya menggunakan istilah ‘kacung” karena saya betul-betul prihatin kepada orangtua yang terlalu menjadi pelindung bagi anaknya, bahkan nanti buat cucunya juga. Kapan bisa mandirinya tuh anak.

Sahabat Nabi Ali Bin ABi Thalib RA sudah memberikan panduan dalam mendidik anak : “Ajaklah anak bermain pada tujuh tahun pertama, disiplinkanlah anak pada tujuh tahun kedua dan bersahabatlah pada anak usia tujuh tahun ketiga.” Jadi anak umur 7 tahun ke bawah memang dididik sambil bermain. Berikan tanggungjawab pada mereka meski masih harus didampingi seperti misalnya mandi sendiri, membereskan mainan, makan sendiri, membuang sampah dll. Untuk anak usia 7 sd 14 tahun mulailah mendisiplinkannya. Misalnya menyuruhnya shalat tepat waktu, belajar berpuasa, mengerjakan PR sepulang sekolah, menyiapkan buku untuk esok pagi, membantu mencuci piring yang kotor, menyapu halaman rumah dll. Apabila anak umur 7 sd 14 tahun itu tidak melakukan kewajibannya maka perlu diingatkan agar dia menjadi terbiasa dan disiplin. 

Untuk anak usia 14 sd 21 tahun maka orangtua harusnya bisa bersikap sebagai sahabat atau teman akrab. Orang tua perlu menolong anak untuk belajar bagaimana menggunakan waktunya, dan mengajari anak tentang skala prioritas. Dalam hal ini terkadang orangtua sering merasa kasihan. Karena semakin besar usia anak, maka semakin sibuk dia dengan kegiatan akademiknya. Anak ikut les ini dan itu, kegiatan ekstrakulikuler yang menyita waktu, kerja kelompok dll. Merasa anaknya tidak punya waktu, lalu orang tua, membebaskan anak dari pekerjaan rumah tangga. Padahal skill yang terpenting dalam kehidupan itu bukan hanya dari sisi akademik saja tapi bagaimana dia menghadapi rutinitas yang ada dengan segala keterbatasan waktunya. 

Anda yang sudah menjadi orangtua pasti merasakan bagaimana seorang Ibu harus membagi waktunya yang hanya 24 jam itu untuk bisa mengelola sebuah rumah tangga. Pekerjaan yang tiada habisnya. Pekerjaan mencuci baju, menyetrika, membereskan rumah mungkin bisa minta orang lain melakukannya. Memasak juga bisa membeli yang sudah jadi, tapi jam mengasuh anak tidak ada habisnya bukan? Apalagi jika di rumah tidak ada asisten karena sekarang ART semakin langka, jika pun ada gajinya minta selangit. Belum lagi banyak ketidakcocokkan. Udah bayar mahal, ngeyel, minta banyak libur, gak rapih juga kerjanya. Bikin emosi jiwa saja ya ? He..he…he…

Karena itu sebelum anda menjadi depresi sendirian, maka libatkanlah anak anak dalam pekerjaan rumah tangga. Saya pernah membaca sebuah artikel yang meliput tentang sebuah keluarga di Indonesia yang punya 11 anak tanpa ART dan sering traveling ke luar negeri. Manajemen keluarganya TOP banget deh, dan kuncinya mereka melibatkan semua anaknya untuk ambil bagian dalam berbagai pekerjaan rumah tangga. Ada yang bertugas sebagai koki, menyetrika, mencuci, mengepel dll. Kompak banget deh. Asyik kan bisa memberdayakan sebuah keluarga seperti itu. Tidak ada yang meminta dilayani. Semua punya tugas dan tanggungjawab sendiri-sendiri. Saya yakin ke 11 anak mereka kelak akan menjadi orang dewasa yang bertanggungjawab, sukses dan mandiri.

Oh ya selain melibatkan anak-anak , faktor terpenting dalam meniadakan GENERASI “HOME SERVICE “ adalah peran ayah dalam mengerjakan perkerjaan rumah tangga. Di Indonesia masih banyak suami yang tidak mau terlibat dalam pekerjaan rumah tangga. Seakan-akan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, menyetrika, mengepel dll itu adalah aib buat seorang suami. Padahal menurut hasil penelitian, keikutsertaan para suami atau ayah dalam pekerjaan rumah tangga, berpengaruh positif terhadap keutuhan dan keharmonisan keluarga loh. Berbagi pekerjaan dalam rumah tangga antara suami dan istri tidaklah perlu dibuat jobdesknya secara tertulis, tetapi buatlah semuanya sesuai dengan kesempatan yang mereka punya. Karena jika dibuat jobdesk bisa membuat pertengkaran apabila salah satu ada yang abai menyelesaikan pekerjaannya dan yang lain tidak mau mengerjakan karena merasa itu bukan tugasnya. Ayah yang menjadi contoh mengerjakan pekerjaan rumah tangga juga akan menjadi teladan langsung bagi anak laki-lakinya bahwa pekerjaan rumah tangga itu tak mengapa dilakukan seorang laki-laki. 

Peran serta ayah dalam membantu pekerjaan rumah tangga ternyata berdampak positif pada hubungan antara anak dengan ayahnya. Rata-rata ayah yang terbiasa melakukan perkerjaan rumah tangga terbukti sangat dekat dengan anaknya. Jika antara ayah dan anak sudah dekat maka hubungan suami dan istri pun akan semakin harmonis. Pengalaman pribadi nih, suami saya suka sekali membacakan buku buat anak kami sebelum tidur. Itu membuat kedekatan emosi diantara keduanya terjalin sangat dalam. Anak saya tak pernah berhenti memuja ayahnya. Ternyata hal itu membuat saya makin mencintai suami karena dia memang sosok yang baik, apalagi dia juga memang tidak segan membantu pekerjaan rumah tanpa saya memintanya. Buat saya, suami yang mau melakukan pekerjaan rumah tangga itu lebih macho dan ganteng dari actor sekaliber Brad Pitt atau Jason Stanham dari Holywood. Betul gak?? 

Jadi sudah siapkah keluarga anda meniadakan GENERASI “HOME SERVICE?” Yuk kita sama sama mulai dari sekarang demi kebaikan dan masa depan anak-anak kelak.

(Penulis: Deassy Marlia Destiani)

 

W3C Validations

Cum sociis natoque penatibus et magnis dis parturient montes, nascetur ridiculus mus. Morbi dapibus dolor sit amet metus suscipit iaculis. Quisque at nulla eu elit adipiscing tempor.

Usage Policies